Tradisi Mangokal Holi Suku Batak
Pulau Sumatra dikenal sebagai pulau yang kental akan budaya melayunya. Berbagai komunitas suku di pulau ini biasanya mempraktekkan tradisi yang tidak jauh berbeda dengan tradisi melayu di Indonesia. Namun untuk tradisi suku Batak yang ada di sekitar danau Toba berbeda. Mereka memiliki tradisi dengan keunikan tersendiri.
Mungkin karena Batak yang mayoritas beragama non-Islam yang menjadikan tradisinya berbeda dengan masyarakat Sumatra pada umumnya yang memiliki tradisi Melayu dengan konotasi Islam. Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih diselenggarakan adalah tradisi Mangongkal Holi dimana tradisi ini merupakan rangkaian tradisi kematian.
Dikatakan bahwa upacara ini akan ada jika ternyata arwah dari salah seorang nenek gayung dalam satu keluarga datang kepada salah seorang anggota keluarga yang masih hidup, baik lewat mimpi ataupun lewat penglihatan, lalu memohon untuk memindahkan tulang-belulangnya ke tempat yang lebih baik dari sebelumnya.
Biasanya kuburan baru untuk menampung tulang belulang dari pekuburan sebelumnya berbentuk monumen Tugu sebagai penanda asal muasal nenek moyang atau leluhur dari rumpun marga tersebut. Dalam satu monumen bisa menampung empat atau lebih jasad Leluhur.
Jasad yang tinggal tulang belulang tersebut dimasukkan kedalam penampungan. Kapasitas penampungan tersebut bervariasi tergantung besarnya Monumen dan banyak nya silsilah marga yang hendak dimasukkan.
Sebelum memindahkan tulang belulang, tulang belulang keluarga atau kerabat yang meninggal akan diambil, dicuci bersih, kemudian dikumpulkan dalam sebuah peti. Tulang yang sudah bersih nantinya akan dikubur kembali ke dalam tugu yang lebih besar. Karena itulah prosesi ini tidak memerlukan keranda meskipun harga keranda mayat terjangkau bagi masyarakat.
Selain itu keranda memiliki ciri budaya Islam, sedangkan Batak sendiri merupakan suku yang sebagian besar menganut agama non Islam dengan perpaduan kepercayaan setempat. Proses ini memakan waktu berhari-hari. Pada malam harinya, acara Mangokal Holi akan disemarakkan dengan kebaktian dengan dendangan musik-musik gondang dengan harapan Tuhan merestui pelaksanaan Mangokal Holi keesokan harinya.
Keesok harinya tulang di antarkan ke tugu Tambak. Disana terdapat seperangkat benda yang digunakan untuk ritual seperti tiang borotan yang digunakan sebagai tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan, kain putih sebagai lambang kesucian, kuda hitam yang nantinya akan dipotong dan ada juga ulos yang dimaksudkan agar keturunan keluarga yang menyelenggarakan dikaruniai keberkahan.
Tarian Mamortor akan di lakukan oleh keluarga yang mengadakan Mangokal Holi. Mereka menari mengelilingi tiang borotan sebagai ungkapan sukacita. Teknis dan proses pelaksanaan tradisi mangongkal holi dilakukan dengan mengangkat tulang belulang leluhur (disebut Oppung) yang telah lama meniggal. Dalam silsilah marga batak dimulai dari leluhur pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Bila upacara memasukkan tulang ke tempat baru sudah selesai, kuda hitam yang digunakan sebagai persembahan akan segera dipotong dan disajikan untuk tamu undangan. Daging kuda ini dimasak secara saksang, yaitu pengolahan makanan yang dicampur dengan darah.
Mungkin karena Batak yang mayoritas beragama non-Islam yang menjadikan tradisinya berbeda dengan masyarakat Sumatra pada umumnya yang memiliki tradisi Melayu dengan konotasi Islam. Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih diselenggarakan adalah tradisi Mangongkal Holi dimana tradisi ini merupakan rangkaian tradisi kematian.
Tradisi Mangongkal Holi
Mengangkat peti. Sumber Tribunnews |
Tradisi Mangongkal holimerupakan tradisi membongkar kembali tulang-belulang yang ada di pemakaman dan menempatkannya kembali ke sebuah tempat semacam tugu peringatan. Mangokkal holi adalah salah satu kekayaan kebudayaan masyarakat Batak Toba yang hingga saat ini masih dilestarikan.
Dikatakan bahwa upacara ini akan ada jika ternyata arwah dari salah seorang nenek gayung dalam satu keluarga datang kepada salah seorang anggota keluarga yang masih hidup, baik lewat mimpi ataupun lewat penglihatan, lalu memohon untuk memindahkan tulang-belulangnya ke tempat yang lebih baik dari sebelumnya.
Biasanya kuburan baru untuk menampung tulang belulang dari pekuburan sebelumnya berbentuk monumen Tugu sebagai penanda asal muasal nenek moyang atau leluhur dari rumpun marga tersebut. Dalam satu monumen bisa menampung empat atau lebih jasad Leluhur.
Jasad yang tinggal tulang belulang tersebut dimasukkan kedalam penampungan. Kapasitas penampungan tersebut bervariasi tergantung besarnya Monumen dan banyak nya silsilah marga yang hendak dimasukkan.
Prosesi Mangokal Holi
Pelaksanaan Mangokal Holi bisa dikatakan sebagai upacara adat kematian yang memakan biaya banyak. Marga yang menggelar Mangokal Holi harus menjamu seluruh keluarga besar dan tetangga kampung yang ada. Yang dihidangkan adalah daging kerbau dan nasi. Tradisi ini harus sesuai dengan adat istiadat yang sudah di wariskan turun temurun.Sebelum memindahkan tulang belulang, tulang belulang keluarga atau kerabat yang meninggal akan diambil, dicuci bersih, kemudian dikumpulkan dalam sebuah peti. Tulang yang sudah bersih nantinya akan dikubur kembali ke dalam tugu yang lebih besar. Karena itulah prosesi ini tidak memerlukan keranda meskipun harga keranda mayat terjangkau bagi masyarakat.
Selain itu keranda memiliki ciri budaya Islam, sedangkan Batak sendiri merupakan suku yang sebagian besar menganut agama non Islam dengan perpaduan kepercayaan setempat. Proses ini memakan waktu berhari-hari. Pada malam harinya, acara Mangokal Holi akan disemarakkan dengan kebaktian dengan dendangan musik-musik gondang dengan harapan Tuhan merestui pelaksanaan Mangokal Holi keesokan harinya.
Keesok harinya tulang di antarkan ke tugu Tambak. Disana terdapat seperangkat benda yang digunakan untuk ritual seperti tiang borotan yang digunakan sebagai tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan, kain putih sebagai lambang kesucian, kuda hitam yang nantinya akan dipotong dan ada juga ulos yang dimaksudkan agar keturunan keluarga yang menyelenggarakan dikaruniai keberkahan.
Tarian Mamortor akan di lakukan oleh keluarga yang mengadakan Mangokal Holi. Mereka menari mengelilingi tiang borotan sebagai ungkapan sukacita. Teknis dan proses pelaksanaan tradisi mangongkal holi dilakukan dengan mengangkat tulang belulang leluhur (disebut Oppung) yang telah lama meniggal. Dalam silsilah marga batak dimulai dari leluhur pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Fungsi Tugu
Monumen leluhur. SUmber Kompasiana |
Monumen Tugu leluhur yang dibangun merupakan penanda asal muasal marga. Dengan adanya Holi leluhur atau tulang belulang didalam kuburan yang berbentuk monumen atau tugu tersebut menjadi bukti keberadaan marga mereka.
Bila upacara memasukkan tulang ke tempat baru sudah selesai, kuda hitam yang digunakan sebagai persembahan akan segera dipotong dan disajikan untuk tamu undangan. Daging kuda ini dimasak secara saksang, yaitu pengolahan makanan yang dicampur dengan darah.
Tujuan Mangokal Holi
Tujuan di laksanakannya ritual ini adalah supaya keluarga mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Mangokal Holi juga dipercaya bisa mengangkat martabat dan derajat sebuah marga karena mereka memuliakan nenek moyang yang sudah meninggal. Selain itu, tugu yang telah dibangun akan menjadikan seorang yang telah meninggal tersebut semakin mulia.
Itulah ulasan mengenai tradisi Mangokal Hol pada suku Batak. Semoga artikel ini memberikan edukas bagi anda yang membacanya. Sangat di sayangkan ketika banyak sekali tradisi Nusantara yag sarat akan nil;ai budaya tidak dikenal oleh generasi muda. Nantikan artikel kami lainnya tentang tradsi Akeke suku Betawi. Terima kasih.
Itulah ulasan mengenai tradisi Mangokal Hol pada suku Batak. Semoga artikel ini memberikan edukas bagi anda yang membacanya. Sangat di sayangkan ketika banyak sekali tradisi Nusantara yag sarat akan nil;ai budaya tidak dikenal oleh generasi muda. Nantikan artikel kami lainnya tentang tradsi Akeke suku Betawi. Terima kasih.
Comments
Post a Comment